15 Pelukis Indonesia
1. Raden Saleh Syarif Bustaman
Kelahiran Semarang, 1807, dan wafat tanggal 23 April 1880. Raden Saleh merupakan pelopor seni lukis Indonesia (waktu itu adalah Hindia Belanda) modern.
Raden Saleh dipercaya menggambar sejumlah tokoh terkenal di masa itu. Misalnya Potret H.W. Daendels (1838), potret Van Den Bosch (1836), potret Jean Chrétien. Lukisan belau lain yang terkenal misalnya: Penangkapan Diponegoro, Stasiun Pos Jawa, dan Perburuan Rusa. Sementara sebuah karyanya tersimpan di Smithsonian Art Museum, di Amerika Serikat, yaitu Forest and Native House.
Raden Saleh memiliki rumah di Cikini yang memiliki taman yang luas. Sebagian besar dari area rumah tersebut dihibahkan menjadi kebun binatang dan taman umum di tahun 1862. Pada tahun 1960 area rumah Raden Saleh ini kemudian dijadikan Taman Ismail Marzuki sementara rumahnya menjadi Koningin Emma Ziekenhuis yang kemudian menjadi RS PGI Cikini.
Lebih jauh mengenai Raden Saleh, ada di buku terbitan Gramedia berjudul Raden Saleh dan Karyanya, tulisan Werner Kraus yang dapat Grameds baca di bawah ini.
2. Abdullah
Pelukis kelahiran Semarang tahun 1878 ini merupakan anak angkat dari tokoh pergerakan Nasional dr. Wahidin Sudirohusodo, dan merupakan ayah dari Sudjono Abdullah dan Basuki Abdullah.
Mulanya beliau mengambil sekolah kedokteran di Batavia dan meneruskan pendidikan di Belanda. Namun, sesampainya di sana beliau memutuskan untuk masuk sekolah seni rupa, dan kemudian hingga seterusnya menjadi pelukis.
Beliau sangat suka menggambar objek lukisan pemandangan alam terutama daerah Bandung, sehingga memutuskan tinggal di sana. Setelah beberapa saat tinggal di Bandung, beliau pindah ke Yogyakarta, dan wafat di tahun 1941 di kota ini. Lukisan beliau salah satunya adalah Lukisan Pemandangan Priangan (1935).
3. Affandi
Pelukis kelahiran Cirebon, 18 Mei 1907 ini membuat banyak karya lukis yang sampai sekarang masih terkenal. Beliau menikah dengan Maryati, yang seorang pelukis dan memiliki seorang putri, Kartika, yang juga pelukis. Sampai akhir hidupnya beliau tinggal di Yogya.
Beliau merancang sendiri bentuk rumah tersebut, kemudian dijadikan museum lukisannya dan lukisan keluarganya, yaitu Museum Affandi. Affandi wafat pada 23 Mei 1990, dan dimakamkan di area rumahnya, sesuai keinginannya untuk selalu dikelilingi oleh keluarga dan orang-orang yang bekerja untuknya.
Affandi banyak dianugerahi penghargaan baik di dalam maupun di luar negeri. Lukisan “Potret Diri” (1974) karyanya dijadikan gambar perangko Indonesia untuk seri Seniman Indonesia, yang diterbitkan di tahun 1997.
4. Lee Man Fong
Pelukis kelahiran Guangzhou, China, 14 November 1913 ini memiliki 9 bersaudara. Tahun 1917, Sang ayah membawa mereka pindah ke Singapore. Setelah ayahnya wafat tahun 1930, Man Fong harus menghidupi ibu dan saudara-saudaranya dengan melukis. Tahun 1932, beliau pindah ke Jakarta.
Presiden Soekarno dikenal sebagai salah satu kolektor lukisannya. Beberapa lukisan karya Man Fong yang dikoleksi oleh Presiden Soekarno adalah lukisan Penari Legong, Dua Ikan Mas Hitam, Kehidupan di Bali, dan Wanita Jepang dan Kipas (1964). Putra Man Fong, Lee Rem lahir tahun 1938, dan menjadi pelukis juga.
Antara tahun 1961-1965, Man Fong menjadi pelukis Istana kepresidenan. Selama tahun tersebut, beliau dianugerahi kewarganegaraan Indonesia. Man Fong wafat tanggal 3 April 1988.
5. Antonio Mario Blanco
Pelukis ini lahir di Manila, Philipina, 15 September 1912. Setelah beberapa kali menjelajah sejumlah negara di Asia Pasifik. Antonio pindah ke Bali dan menikah dengan seorang penari tradisional Bali yang bernama Ni Ronji. Beliau membuat sebuah rumah di Ubud yang juga berfungsi menjadi sebuah museum. Lukisan Mario Blanco antara lain: “Potret Diri”, “Teko biru dan jeruk”, “Semangka Merah dan Kuning”.
6. Anak Agung Gde Sobrat
Pelukis ini dilahirkan di Padangtegal, Ubud tahun 1912. Pada awal mula karirnya, beliau pernah belajar membuat wayang. Keahlian ini membantunya untuk membuat lukisan Ramayana dan Mahabrata yang cukup sempurna di awal karir melukisnya. Salah satu lukisan yang beliau buat adalah lukisan yang menggambarkan potret anak perempuannya. Sobrat wafat tahun 1992.
7. Arie Smit
Adrianus Wilhelmus “Arie” Smit, merupakan pelukis kelahiran Belanda yang menjadi pelukis di Indonesia. Tanggal lahirnya adalah 15 April 1916. Mulanya, ia datang ke Batavia tahun 1938, sebagai tentara. Tahun 1951, ia memperoleh kewarganegaraan Indonesia, kemudian tahun 1956, ia berangkat sendirian ke Bali untuk pertama kalinya.
Kemudian ia memutuskan untuk menetap di pulau itu. Arie dianggap berjasa untuk seni di Bali, sehingga Gubernur Propinsi di Bali memutuskan untuk memberikan penghargaan Dharma Kusuma kepada seniman ini. Beliau wafat tanggal 23 Maret 2016. Hasil lukisannya antara lain: Bunga dan Patung (1956), Candi Bentar (2011), dan di Bali (1988).
Di Bali, Arie menjalani kehidupan kesenimannya, dimana ia sangat dihormati sehingga dipanggil “Tuan Ari”, berbagai kisah lainnya mengenai perjalanan beliau dapat Grameds baca pada buku Arie Smit, Hikayat Luar Biasa Tentara Penembak Cahaya.
9. Henk Ngantung
Bernama lengkap Hendrik Hermanus Joel Ngantung, pelukis kelahiran Minahasa, 1 Maret 1921 ini adalah juga seorang politikus, bahkan pernah dilantik menjadi gubernur Jakarta, yaitu antara 1964 dan 1965. Beliau wafat tanggal 12 Desember 1991.
Lukisan Henk antara lain: Ibu dan Anak di Kalimantan Tengah (1980) dan Membatik (diinspirasi dari sketsa tahun 1944).
10. Han Snel
Merupakan pelukis terkenal kelahiran Scheveningen, Belanda, tahun 1925. Beliau pindah ke Bali, Indonesia, di tahun 1940, dan melukis banyak lukisan tentang Bali. Beliau merubah agamanya menjadi Hindu, dan menjadi warga negara Indonesia. Han wafat tahun 1998. Beberapa lukisannya tersimpan di Balai Lelang Christie, Singapore, antara lain “Bali”, “Kecantikan Orang Bali”, “Potret Kecantikan Wanita Bali”, “Pasar Bali”, dan “Para Wanita Bali”.
11. Popo Iskandar
Lahir di Garut, 17 Desember 1927, Popo adalah seorang pelukis dan salah satu penggiat pendidikan seni Indonesia, sekaligus penulis. Popo meraih gelar sarjana muda Matematika dan menjadi mahasiswa seni rupa ITB. Beliau pernah mengajar di IKIP Bandung. Lukisan tekenal Popo adalah Bulan di Atas Bukit. Popo wafat di Bandung, tanggal 29 Januari 2000.
12. Jeihan Sukmantoro
Lahir di Surakarta, tanggal 26 September 1938, dan wafat di Bandung pada tanggal 29 November 2019. Jeihan adalah pendiri Studio Seni Rupa Bandung. Beliau juga kerap melukis tokoh-tokoh utama negeri ini antara lain Taufiq Kiemas dan Marie Elka Pangestu. Lukisan karyanya yang terkenal adalah Satrio Piningit. Selain melukis, Jeihan juga menikmati membuat puisi.
13. Marina Joesoef
Pelukis kelahiran Jakarta, 24 Maret 1959 ini merupakan putri pertama dari Dr. Sumarsono Sastrowardoyo. Marina pernah menjadi Gadis Sampul. Beliau saat ini tinggal di Kuala Lumpur, Malaysia.
14. Heri Dono
Pelukis ini lahir di Jakarta, 12 Juni 1960. Ia memenangkan penghargaan Lukisan Terbaik tahun 1981 dan 1985. Ia cukup dikenal di mancanegara dan memenangkan penghargaan Price Clause Award, tahun 1998. Lukisannya antara lain The Scapegoat Republic (2011).
15. Yunizar
Lahir pada tahun 1971, di Sawahlunto, Sumatera Barat, Yunizar adalah salah satu pelukis terkemuka dari Kelompok Seni Rupa Jendela. Karyanya banyak diburu kolektor mancanegara dan ia pun masuk dalam daftar 500 pelukis terlaris dari Top 500 lembaga analis perkembangan pasar seni rupa dunia Artprice, Perancis, 2008/2009.
Komentar
Posting Komentar